Baleg Minta Masukan Pakar dan DPRD terkait RUU MD3
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI meminta masukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimmly Assidiqie dan Pengamat Politik Chusnul Mariyah serta Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia untuk mendapat masukan-masukan terkait dengan penyusunan RUU tentang Perubahan atas UU No, 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
“RUU ini merupakan salah satu RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2012,” kata Wakil Ketua Baleg Anna Mu’awanah saat memimpin rapat di gedung DPR, Rabu (6/6).
Anna mengatakan, RUU ini sangat diperlukan dalam rangka menata dan memperkuat kelembagaan perwakilan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya, sehingga tugas yang dijalankan sesuai dengan harapan masyarakat.
Pada masa Persidangan III yang lalu, draft RUU ini telah dimintakan masukan dari beberapa narasumber dan Workshop yang dilaksanakan oleh Badan legislasi. Namun, katanya, masukan dari narasumber-narasumber ini masih sangat diperlukan untuk lebih menyempurnakan draft RUU yang sedang dipersiapkan Baleg.
Dalam memberikan masukannya, Chusnul Mariyah yang juga sebagai Direktur Center for Election and Political Party Universitas Indonesia mengatakan, untuk dapat mewujudkan pengawasan yang ideal dari DPR maka diperlukan kualitas dari anggota Parlemen itu sendiri. Salah satu indikatornya adalah bagaimana kaderisasi di internal partai politik.
Selain itu, dalam konteks RUU MD3, Anggota Parlemen harus memiliki pendukung yang benar-benar ahli di bidangnya. Misalnya, pengaturan tentang rekrutmen staf ahli, minimal pendidikannya S2 bukan hanya S1, sehingga Anggota Parlemen well equipt dalam melakukan fungsi pengawasan dan pemahaman terhadap permasalahan.
Pengawasan yang ideal menurut Chusnul, juga memegang prinsip berdasarkan aspirasi dan kepentingan masyarakat banyak. Dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan rakyat banyak maka fungsi pengawasan DPR terhadap kebijakan Pemerintahan akan lebih baik.
Dalam kekuasaan yang seimbang, partai politik harus dapat membangun dan memformulasikan kebijakan. Bagi partai yang berada di oposisi dapat memiliki kebijakan alternatif, sehingga terjadi perdebatan kebijakan publik.
Oleh karena itu, salah satu yang perlu diatur adalah bagaimana hubungan parlemen dengan lembaga independen seperti universitas untuk memberikan penguatan terhadap parlemen.
Chusnul melihat peranan MPR periode 2009-2012 hanya melakukan sidang tahunan satu kali pada saat pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada awal 2009. Hingga saat ini, katanya, MPR belum melakukan sidang tahunan kembali. Hal ini disebabkan MPR tidak lagi memegang peranan dalam menjaga konstitusi berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan Negara seperti pada masa Orde Baru. MPR hanya bekerja melantik dan memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara dalam sistem pemerintahan daerah terdiri dari pemimpin eksekutif dan DPRD. Hal itu berhubungan dengan interpretasi negara kesatuan. Di beberapa DPRD menganggap bahwa DDN terlalu banyak intervensi sampai kepada kepentingan DPRD. Yang terjadi adalah fungsi dan peranan DPRD menjadi tidak optimal.
Anggaran DPRD pun ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bawah Kemendagri, sehingga fungsi DPRD tidak memiliki otonomi dan optimal di dalam mengawasi kebijakan Pemerintah daerah.
Sementara Jimmly Assidiqie menyampaikan, struktur DPR perlu dirombak sesuai dengan fungsinya, supaya ada efisiensi. Jimmly juga menilai, waktu Anggota Dewan lebih banyak terlibat untuk urusan-urusan teknis.
Jimmly juga berpendapat, MPR sebaiknya menyelenggarakan sidang setiap tahun, seperti pada masa-masa sebelumnya.
Dalam memberikan masukannya, Ketua DPRD Kalimantan Selatan Nasib Alamsyah mengatakan nasib DPRD ibaratnya seperti tukang stempel saja. DPR, MPR, DPD dan DPRD lahir dari satu UU yang sama yaitu UU Pemilu, namun kedudukannya menjadi lembaga negara sebagai unsur penyelenggara Pemerintah di daerah.
Nasib juga mengusulkan DPRD punya sekretariat yang independen, agar full melayani Anggota DPRD. Dia mencontohkan, seperti sekarang, Sekretaris Dewan lebih melayani Gubernur daripada Ketua DPRD. “Jadi dalam pelaksanaannya, hak dan kewajiban itu berbeda,” katanya. (tt) foto:wy/parle